Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) ~ Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menyerahkan ke tim penyidik guna mendalami peran mantan Ketua Fraksi PDIP Puan Maharani dalam pembahasan anggaran proyek e-KTP.
Saut juga menyerahkan ke penyidik apakah akan memeriksa Ketua Fraksi PDIP periode 2009-2014 itu.
“Penyidik yang akan mengembangkan sejauh apa mereka melihat potongan-potongan keterangan menuju fakta-fakta yang dapat dikembangkan,” ujar Saut, melaui pesan singkatnya kepada wartawan, Jakarta, Selasa (27/2).
Pernyataan Saut tersebut mengingat sejumlah fakta persidangan mantan Ketua DPR Setya Novanto mengungkap adanya peran Puan. Salah satunya dari kesaksian mantan Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Ganjar Pranowo yang mengakui kerap melaporkan perkembangan pembahasan proyek e-KTP kepada Puan yang saat itu selaku Ketua Fraksi PDIP.
Saut menegaskan, penyidik KPK akan mengusut sejumlah pihak yang diduga kecipratan dalam kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara Rp 2,3 triliun itu.
“Hukum pembuktian itu melihat sejauh apa dapat membuktikan peran atau keterkaitan orang perorang,” tegasnya saat dikutip dari Aktual.
Selain Ganjat, mantan Bendahara Umum (Bendum) partai Demorkat, M Nazaruddin yang dihadirkan sebagai saksi dalam sidang perkara Novanto mengakui semua Ketua Fraksi ikut kecipratan uang haram dari megakorupsi senilai Rp2,3 triliun tersebut. Dia menyebut besaran fee untuk ketua fraksi tidak sama atau bervariasi.
Sementara, anggota Fraksi PDIP Ganjar menyebut perkembangan pembahasan proyek pengadaan e-KTP dilaporkan bersamaan dengan pembahasan program lainnya yang ada di DPR kepada Ketua Fraksi PDIP saat itu, Puan Maharani.
“Semua biasanya ada laporan (kepada Ketua Fraksi),” kata Ganjar menjawab pertanyaan JPU KPK, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (8/2).
Tak hanya itu, dalam persidangan itu juga terkuak bahwa proyek e-KTP ini dikuasai oleh tiga partai besar dengan kode warna merah, biru dan kuning. Merah sebagai PDI Perjuangan, biru sebagai Partai Demokrat dan kuning sebagai Partai Golkar.
Baca :
- Tak Ada Jaminan Keadilan Bagi Korban Pelanggaran HAM di Putusan MK
- Pandangan Fraksi-Fraksi DPR Atas Pasal-Pasal RKUHP Yang Sensitif
- Kasus Korupsi e-KTP: Made Oka Bantah Bertemu Narogong, Paulus Tannos, dan Setya Novanto
- Tes CPNS 2017: Mimpi Bekerja di KKP Ditenggelamkan Syarat "Rekomendasi" Psikolog
- Problematika RKUHP: Akhir Nasib Delik Korupsi Dalam RKUHP
- Pengelolaan Dana Desa: Kemenkeu Sebut 200 Desa Terkena OTT
- Reglemen Hukum Acara: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini
- Langkah Awal Robert Pakpahan Nakhodai Direktorat Jenderal Pajak
- Tugas Luky Sebagai Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
- KPK Cocokan Bukti Aliran Dana Korupsi e-KTP ke Anggota DPR
Pada surat dakwaan jaksa KPK disebutkan bahwa Golkar saat itu turut diperkaya dari e-KTP sebesar Rp150 miliar, Partai Demokrat Rp150 miliar dan PDIP senilai Rp80 miliar. Adapun Ketua Fraksi Golkar saat itu dijabat oleh Setya Novanto, sementara PDIP yakni Puan Maharani dan Demokrat dijabat Anas Urbaningrum lalu digantikan oleh Jafar Hapsah.
Sejauh ini dari ketiga nama tersebut baru Novanto yang dijerat. Namun, sejak awal penyidikan ini bergulir KPK belum pernah memeriksa Puan Maharani selaku Ketua Fraksi PDIP. Padahal, Ketua Fraksi lainnya seperti Anas Urbaningrum berulang kali diperiksa dan Jafar Hafsah sendiri telah mengembalikan uang sebesar Rp1 miliar ke KPK. (***)
No comments:
Post a Comment