Thursday, March 1, 2018

Tak Patuhi Putusan, Pemerintah Langgar Hukum Soal Sengketa Lahan Milik Masyarakat

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) ~ Pembayaran ganti rugi yang tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Kepala BPN No. 188-VI-1990 atas Eigendom Verponding 7267 seluas 132 hektar yang telah mendapatkan putusan pengadilan, dan sudah berkekuatan hukum tetap (inckrah) belum juga dilaksanakan oleh pemerintah.

Terlebih, mulai dari pengadilan negeri sampai peninjauan kembali (PK), pihak ahli waris menang atas gugatannya itu. Meski menang di PK, eksekusi keputusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap itu pun belum juga dilaksanakan pemerintah.

Tak Patuhi Putusan, Pemerintah Langgar Hukum Soal Sengketa Lahan Milik Masyarakat
Ilustrasi sengketa lahan
Pakar hukum tata negara, Margarito Kamis menganggap pemerintah bisa dikatakan melanggar hukum. Sebab tidak melaksanakan putusan itu. “Tidak tersedia dalam hukum positif kita untuk tidak melaksanakan eksekusi keputusan hukum yang berkekuatan hukum tetap.

Jika pemerintah tidak melaksanakan berarti melanggar hukum yang menyalahi kewenangan,” kata Margarito saat dilansir dari Aktual, Kamis (1/3).

Jadi, lanjut dia, pemerintah harus segera mengganti rugi atas tanah yang di atasnya berdiri berbagai gedung milik pemerintah dan swasta, seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah, Kedubes Malaysia, Kedubes Rusia dan kawasan bisnis lainnya itu.

“Suka atau tidak suka keputusan tersebut harus dipatuhi. Tidak bisa lagi untuk menolak. Apalagi keputusan tersebut sudah PK dan dimenangkan oleh yang bersangkutan,” kata dia.

Diketahui, sebelumnya kuasa hukum ahli waris, RM Wahjoe A Setiadi menyebut, perintah pembayaran ganti rugi tersebut sudah jelas tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Kepala BPN No. 188-VI-1990 atas Eigendom Verponding 7267 seluas 132 hektar yang telah mendapatkan putusan pengadilan dan sudah inckrah.

Lahan itu sebelumnya milik masyarakat yang kemudian menjadi tanah negara, setelah masyarakat diberikan ganti rugi berupa tanah hak milik seluas 16 hektar di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan. Namun tidak diberikan kepada masyarakat.

Pada 2001 karena tanah yang dijanjikan tidak kunjung didapat dan bahkan di atasnya berdiri berbagai gedung milik pemerintah dan swasta, seperti Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah, Kedubes Malaysia, Kedubes Rusia dan kawasan bisnis lainnya. Masyarakat mengajukan gugatan.

“Pemerintah melalui Badan Pertanahan Nasional (BPN) seharusnya sudah membayar ganti rugi tersebut. Kasihan para ahli waris yang jumlanya mencapai 800 orang sudah menunggu 38 tahun,” ujarnya.

Wahjoe mengungkapkan, dalam upaya memperoleh ganti rugi ini pihaknya sudah tiga kali berkirim surat kepada Presiden Joko Widodo yang isinya meminta agar pembayaran ganti rugi segera dilaksanakan. “Masalah ini sudah terlalu lama dan seharusnya menjadi perhatian dari pemerintahan Presiden Joko Widodo,” ujarnya.

Baca :


Wahjoe berharap, Pemerintahan Joko Widodo berkomitmen dalam penegakan hukum dan merealisasi atas program Nawacitanya. Pasalnya, masalah lahan Kantor Kemenkum HAM, Kemenkop UKM dan sejumlah Kedubes tersebut bukan sengketa lagi melainkan tinggal eksekusi ganti rugi saja.

Selain itu, sesuai dengan hukum acara perdata, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sudah bisa langsung membayar atau melaksanakan eksekusi melalui BPN, yang kemudian diteruskan kepada para ahli waris melalui Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. “Sesuai Peraturan Menteri Keuangan tentang Pelaksanaan Hukum No. 80/PMK.01/2015 tertanggal 15 April 2015, sebenarnya sudah tidak ada masalah lagi terkait pencairan ganti rugi,” tegas Wahjoe. (***)

No comments:

Post a Comment