Tuesday, March 6, 2018

Kisruh di Balik Pembekuan KPPU dan Molornya Uji Kepatutan

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) ~ Alasan utama molornya uji kepatutan dan kelayakan calon anggota KPPU periode 2018-2013, Komisi VI DPR menuding Tim Pansel tidak independen atau konflik kepentingan. Sementara Pansel menilai seharusnya DPR memiliki cukup waktu untuk menggelar fit and proper test.

Presiden Joko Widodo baru saja kembali memutuskan memperpanjang jabatan Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) periode 2012-2017 yang seharusnya berakhir sejak 27 Desember 2017. Perpanjangan untuk kedua kalinya ini diteken Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 33/P Tahun 2018 yang berlaku selama dua bulan mulai 27 Februari-27 April 2018.

Sebab, dalam keputusan perpanjangan yang pertama mulai 27 Desember 2017 hingga 27 Februari 2018 kemarin belum juga menghasilkan Komisioner KPPU yang baru. Kondisi ini mengakibatkan KPPU resmi menyatakan membekukan diri dalam satu hari pada Selasa 27 Februari kemarin. Hingga akhirnya Presiden kembali memperpanjang masa jabatan Komisioner KPPU untuk kedua kalinya hingga 27 April 2018..

Kisruh di Balik Pembekuan KPPU dan Molornya Uji Kepatutan
Gedung KPPU. Foto: Facebook/KPPU
Pemerintah pun meminta agar DPR dapat segera menggelar uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) terhadap 18 calon komisioner KPPU hasil seleksi tim Panitia Seleksi (Pansel). Karena itu, nasib KPPU selanjutnya bergantung uji kelayakan dan kepatutan terhadap 18 nama yang sudah disodorkan Pansel.

Wakil Ketua Komisi VI Azam Azman Natawijaya mengatakan dalam rapat pleno komisi yang dipimpinnya sebelum masa reses lalu, sejumlah anggota dewan menengarai tim Pansel dalam melakukan uji kompetensi terhadap para calon anggota KPPU dianggap tidak independen.

Misalnya, Pansel melakukan penunjukan langsung PT Quantum HRM Internasional sebagai pihak ketiga untuk menilai uji kompetensi. Kemudian, Quantum pun menunjuk praktisi hukum untuk menjadi bagian dari penilai. Padahal, kata Azam, hanya Pansel yang berhak melakukan penilaian. Profesionalitas Pansel pun dipertanyakan bagi DPR. “Ini masalah serius,” ujarnya dihubungi wartawan di Jakarta, Rabu (2/28/2018).

Seperti diketahui, Tim Pansel Calon Anggota KPPU terdiri dari enam orang yakni Hendri Saparini (Presiden Komisaris PT Telkom Indonesia); Cecep Sutiawan; Rhenald Kasali (Komisaris Angkasa Pura II); Ine Minara S. Ruky (Ahli dari PT Tirta Investasi dalam perkara KPPU yang masih berproses); Paripurna Sugarda; dan Alexander Lay (Staf Khusus Menteri Sekretaris Negara).

Meski Pansel telah menyodorkan 18 nama calon, hingga saat ini uji kelayakan dan kepatutan pun belum dapat digelar gara-gara Pansel dipandang tidak independen itu. Namun, Komisi VI DPR telah mengundang Tim Pansel dan pihak Quantum. “Yang pasti, pembahasan perihal kelanjutan uji kelayakan dan kepatutan terhadap 18 nama belum mendapatkan keputusan di tingkat Komisi VI,” ungkapnya.

Politisi Partai Demokrat itu melanjutkan Komisi VI telah melayangkan surat ke pemerintah melalui pimpinan DPR pada 14 Februari lalu. Sayangnya, surat tersebut belum dibahas di tingkat pimpinan DPR. Jadi, ada kemungkinan surat Komisi VI belum dikirim ke pemerintah. “Komisi VI bakal menggelar rapat pleno untuk segera memutuskan untuk melanjutkan uji kelayakan atau sebaliknya?”

Wakil Ketua Komisi VI DPR lain, Mohammad Haekal mengakui pemerintah sudah menyodorkan 18 nama calon sejak Desember 2017. Namun, lantaran anggota komisi sedang dalam masa kunjungan ke luar, sehingga belum sempat dibahas. Di masa sidang berikutnya, awal 2018, komisi belum juga mengagendakan uji kepatutan dan kelayakan. Sebab, masih fokus mendalami proses seleksi yang dilakukan Pansel terhadap calon pimpinan KPPU.

“Pada masa sidang besok ini, baru diputuskan oleh teman-teman komisi apakah sudah bisa kita fit and proper test nama tersebut,” ujarnya seperti dikutip dari Hukumonline.

Lebih lanjut politisi Partai Gerindra itu menilai anggota Pansel terdapat beberapa komisaris di BUMN. Di sisi lain, beberapa perusahaan BUMN tersebut, kata Haekal, sedang dalam status terlapor di KPPU. Terlepas hal itu, UU No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat membolehkan masa jabatan komisioner diperpanjang sampai terpilihnya pimpinan KPPU yang baru.

Hal itu tertuang dalam Pasal 31 ayat (4) yang menyebutkan, “Apabila karena berakhirnya masa jabatan akan terjadi kekosongan dalam keanggotaan Komisi, maka masa jabatan anggota dapat diperpanjang sampai pengangkatan anggota baru.” Menurutnya, dengan dua kali perpanjangan masa jabatan melalui Keppres yang diterbitkan Presiden Jokowi tak melanggar UU. “Jadi sebetulnya tidak ada masalah,” kata dia.

Cukup waktu

Menanggapi lambatnya proses DPR tersebut, salah seorang anggota pansel, Alexander Lay mengatakan DPR seharusnya memiliki waktu yang cukup untuk menggelar fit and proper test. Ia menjelaskan presiden telah mengirim hasil seleksi ke DPR sejak 22 November 2017 dan memperpanjangnya hingga dua bulan.

Namun DPR belum juga menggelar uji kepatuhan dan kelayakan tersebut. “Jadi enggak benar kalau Komisi VI tidak punya waktu untuk melakukan seleksi,” kata Alex saat dihubungi melalui pesan singkat.

Dalam agenda DPR, lembaga tersebut memiliki kesempatan untuk menggelar seleksi dalam masa sidang 9 Januari-14 Februari 2018. Dengan kata lain, DPR memiliki masa waktu kerja sebanyak 27 hari. Saat ini, DPR sedang memasuki masa reses selama 15 Februari-4 Maret 2018.

Praktisi hukum David Tobing berpendapat DPR semestinya tak perlu memperdebatkan keanggotan Pansel. Sebab, kerja Pansel sudah rampung dengan menyerahkan 18 nama calon ke DPR. Bila kini diperdebatkan, kata David, ditengarai terdapat kepentingan lain. “Kalau dirasa ada konflik kepentingan, kenapa nggak dari awal-awal dikritisi sejak pembentukan,” ujarnya kepada Hukumonline melalui sambungan telepon.

David diketahui memang memiliki peran dalam melakukan penilaian terhadap beberapa calon anggota KPPU itu. Menurutnya, PT Quantum memintanya untuk menjadi penilai dalam seleksi calon anggota KPPU. Sebab, permintaan terhadap dirinya sesuai dengan kemampuan dan kompetensi yang dimilikinya. David Tobing pernah menjadi anggota Kelompok Kerja (Pokja) hukum dan kuasa hukum KPPU sejak 2002 hingga 2005.

Penunjukan terhadap dirinya, kata David, selain karena kompetensinya juga satu-satunya orang hukum dari puluhan penilai. Dalam melakukan penilaian, David berada di tahap-tahap akhir. Itupun hanya menilai 5 sampai 6 orang calon, khususnya penilaian dalam bidang pemaparan makalah dan diskusi grup. David tidak melakukan penilaian di tahap wawancara.

“Saya menjaga independensi, bahwa saya tidak akan conflict of interest, dan saya pun tidak wawancara lho. Saya hanya melakukan penilaian terhadap 5 atau 6 orang untuk presentasi makalah. Itu yang saya lakukan dan itu tidak ada salah satu komisioner (petahana),” lanjutnya.

Mantan anggota Pansel Komisioner Ombudsman RI periode 2015-2020 ini mengatakan porsi memberi penilaian sangat kecil dibandingkan dengan PT Quantum yang sudah lebih dahulu memberi penilaian terhadap calon-calon lainnya. Dari jumlah calon yang dinilai, hanya 2 nama yang lolos. Namun demikian, instrumen kelulusan calon bukan hanya dari dirinya, namun dari penilai lain.

David yang juga mantan Komisioner Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) periode 2013-2016 itu merasa terganggu dengan penyebutan namanya dalam kisruh pembekuan KPPU. Sebab, dirinya merasa bersikap independen sesuai keilmuannya di bidang hukum. Itu pun atas permintaan Quantum setelah dirinya dianggap memiliki kompetensi dan keilmuan di bidang hukum yang dimilikinya.

Alasan utama molornya uji kepatutan dan kelayakan calon anggota KPPU periode 2018-2013, Komisi VI DPR menuding Tim Pansel tidak independen atau konflik kepentingan. Sementara Pansel menilai seharusnya DPR memiliki cukup waktu untuk menggelar fit and proper test.

“Saya masih mempertimbangkan melakukan tindakan hukum, karena nama saya dicemarkan,” katanya.

Baca :


Sejak November 2017, Pansel telah menyodorkan 18 nama untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan. Sayangnya, DPR pun belum bergerak, hingga akhirnya presiden menerbitkan Keppres perpanjangan pertama hingga 27 Februari 2018. Sayangnya, hingga 27 Februari, DPR belum juga melakukan uji kelayakan dan kepatutan. Alhasil, KPPU resmi menyatakan berhenti beroperasi pada Selasa (27/2) kemarin.

Namun, hari Rabu (28/2) ini, Presiden Jokowi kembali menerbitkan Keppres perpanjangan masa jabatan komisioner KPPU periode 2012-2017 untuk kedua kalinya. Belakangan diketahui, DPR mempersoalkan keanggotaan tim pansel dan proses seleksi sebagai pemicu keengganan DPR melakukan uji kelayakan dan kepatutan. (***)

No comments:

Post a Comment