Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) ~ Advokat Cinta Tanah Air (ACTA) resmi melaporkan pertemuan pengurus Partai Solidaritas Indonesia (PSI) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara pada Kamis (1/3) kepada Ombudsman RI, Senin (5/3).
Wakil Ketua ACTA, Ali Lubis yang memimpin laporan itu ke Ombudsman RI, menilai pertemuan itu diduga terjadi maladministrasi.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 3 UU Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia, secara umum maldministrasi adalah sebuah perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara negara.
Mereka menganggap pertemuan yang dilakukan pengurus PSI dengan Presiden Jokowi itu melanggar pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman. Fokus pelaporan mereka yakni pada peristiwa pertemuan.
“Istana adalah pusat pengendalian pelayanan publik di seluruh Indonesia, sementara Presiden adalah penyelenggara negara, sehingga jelas merupakan maladministrasi. Fokus kita adalah pertemuannya,” katanya.
Namun demikian, pihaknya menyerahkan sepenuhnya kepada Ombudsman RI terkait jenis pelaporannya.
“Kami akan menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Ombudsman. Nanti pihak Ombudsman yang menentukan apakah yang melakukan maladministrasi ini penyelenggara negaranya atau partainya. Tapi yang pasti penyelenggara negaranya. Nanti Ombudsman yang akan menentukan itu,” kata Ali saat dikutip dari Aktual.
Barang bukti yang diajukan ke Ombudsman, yakni berupa berita di media massa tentang pertemuan itu.
“Kami berharap Ombudsman bisa bergerak cepat merespon laporan kami ini sebagaimana halnya Ombudsman merespon dugaan maldiministrasi pada kasus-kasus lain seperti kasus Pasar Tanah Abang dan lain-lain,” katanya.
Sebelumnya, Sekretaris Kabinet, Pramono Anung mengatakan, pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) pada Kamis (1/3) di Istana Kepresidenan hanya sebatas silaturahim.
“Tentunya ini dalam rangka silaturahim, tidak ada materi yang sifatnya khusus karena pasti Presiden memahami bahwa Istana bukan untuk kegiatan bersifat politik praktis,” ujar Pramono saat berada di kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Sabtu (3/3).
Baca :
- Mahfud MD: Substansi Konstitusi Untuk Lindungi HAM
- 23 Calon Hakim Agung Lolos Seleksi Kualitas Komisi Yudisial
- Sesuai Dengan Fungsinya, Komnas HAM Minta Pelanggaran HAM Berat Tak Masuk KUHP
- Kasus Korupsi e-KTP: Made Oka Bantah Bertemu Narogong, Paulus Tannos, dan Setya Novanto
- Tes CPNS 2017: Mimpi Bekerja di KKP Ditenggelamkan Syarat "Rekomendasi" Psikolog
- Problematika RKUHP: Akhir Nasib Delik Korupsi Dalam RKUHP
- Pengelolaan Dana Desa: Kemenkeu Sebut 200 Desa Terkena OTT
- Reglemen Hukum Acara: Riwayatmu Dulu, Nasibmu Kini
- Langkah Awal Robert Pakpahan Nakhodai Direktorat Jenderal Pajak
- Tugas Luky Sebagai Dirjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko
Pramono menyampaikan hal tersebut, menanggapi adanya kritik para tokoh maupun pengamat yang menyebut pertemuan itu akan menimbulkan kecurigaan pihak-pihak tertentu.
Menurut dia, pertemuan itu wajar dilakukan antara Presiden dengan pengurus partai politik, namun tentunya dengan batasan-batasan tertentu.
“Bahwa silaturahim sebagai Presiden tetap diperbolehkan,” katanya. (***)
No comments:
Post a Comment