Thursday, March 1, 2018

Masalah Hukum Kredit Motor: LAPS atau BPSK Jika Terjadi Sengketa?

Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) ~ Selain BPSK, sengketa konsumen dengan lembaga keuangan bisa diselesaikan melalui lembaga penyelesaian sengketa lain yang disetujui OJK.

Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Batu Bara menjadi lembaga penyelesaian sengketa yang banyak dikeluhkan oleh pelaku usaha. Pasalnya, lembaga ini dinilai melewati kewenangannya dalam menangani sengketa konsumen, khususnya sengketa yang terjadi di sektor jasa keuangan.

Berdasarkan data dari OJK, sengketa yang ditangani BPSK seluruh Indonesia (32 kabupaten/kota), sebanyak 48% kasus ditangani oleh BPSK Batubara. Bahkan, BPSK Batu Bara juga kerap menangani sengketa yang terjadi di luar domisili. Ketika hukumonlinemenelepon kontak resmi BPSK ini, seseorang di ujung telepon BPSK Batu Bara tak beroperasi lagi karena sudah dibekukan pemerintah.

Masalah Hukum Kredit Motor: LAPS atau BPSK Jika Terjadi Sengketa?
Ilustrasi penyelesaian sengketa antara dua pihak. Ilustrator: HGW/Hukumonline.
OJK kemudian angkat bicara atas kasus tersebut. Manurut OJK, bahwa BPSK bisa melakukan penyelesaian sengketa sesuai dengan wilayah kerja BPSK dan mematuhi UU Perlindungan Konsumen dan Keputusan Menperindag No.350/MPP/KEP/12/2001 yang diantaranya mempersyaratkan persetujuan konsumen dengan lembaga jasa keuangan untuk menyelesaikan sengketa di luar yang sudah diperjanjikan di awal saat tanda tangan perjanjian (kredit, kartu kredit, KTA, pembiayaan/leasing, polis) atau formulir pemanfaatan produk maupun layanan keuangan (tabungan, deposito).

Tetapi tampaknya syarat tersebut tidak sepenuhnya terpenuhi. Pelaku usaha yang merasa dirugikan atas putusan BPSK mengajukan keberatan ke Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, banyak putusan BPSK yang dibatalkan oleh MA. Pertimbangan hukumnya adalah karena BPSK dinilai tidak memiliki wewenang untuk menyelesaikan sengketa di ranah jasa keuangan karena perjanjian yang dilakukan adalah perjanjian biasa.

Sebagai lembaga yang membawahi sektor jasa keuangan baik perbankan maupun non bank, OJK mengeluarkan aturan penyelesaian sengketa yang mungkin terjadi. Penyelesaian sengketa diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 1/POJK.07/2013 Tahun 2013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Pasal 40-46 mengatur tentang sengketa konsumen.

Tujuh pasal tersebut mengatur bahwa OJK memiliki kewenangan untuk memfasilitasi sengketa yang terjadi antara konsumen dan Lembaga Jasa Keuangan (LJK). OJK memiliki lembaga tersendiri untuk menyelesaikan sengketa konsumen yang dikenal dengan Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS).

Lebih lanjut, kepada konsumen keuangan yang mengalami permasalahan dengan lembaga jasa keuangan diatur bahwa pertama kali pengaduan disampaikan ke lembaga jasa keuangan. OJK mewajibkan lembaga tersebut menangani pengaduan tersebut. Jika tidak sepakat maka konsumen bisa mengadukan ke OJK atau Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS) di sektor jasa keuangan yang sama kewenangan dengan BPSK yang diatur oleh UU Perlindungan Konsumen. Ada 6 LAPS di sektor jasa keuangan yaitu BMAI (asuransi), BAPMI (Pasar Modal), LAPSPI (Perbankan), BMPPVI (Pembiayaan, Pegadaian, Modal Ventura) BMDP ( Dana Pensiun), BMPPI (Pers.Penjaminan).

Menanggai putusan MA, Arief Lambri selaku praktisi Hukum di salah satu perusahaan pembiyaan menilai hingga saat ini belum ada kejelasan apakah sengketa yang terjadi antara konsumen dan LJK dapat diselesaikan ke BPSK. Jika merujuk ke perjanjian kredit, penyelesaian sengketa biasanya sudah disepakati, apakah melalui lembaga penyelesaian sengketa atau pengadilan. “Pilihan hukum yang dikatakan dalam perjanjian harus diselesaikan melalui apa? Apakah mediasi atau melalui pengadilan?,” katanya.

Sebagai lembaga yang diawasi oleh OJK, perusahaan leasing memiliki aturan sendiri jika terjadi dispute, yakni melalui LAPS. Bahkan OJK juga mensyaratkan jika para pihak ingin menyelesaikan melalui BMPPVI, sebelumnya harus ada upaya penyelesaian dari kedua belah pihak terlebih dahulu. Jika ternyata tak ditemukan solusi, lanjutnya, maka sengketa bisa diselesaikan ke arbitrase atau pengadilan. “Jadi katakanlah tidak ada kepuasan, harus diselesaikan dulu antara keduanya. Tidak bisa langsung dibawa ke LAPS atau BPSK,” tambahnya seperti dilansir dari Hukumonline

Tetapi dengan adanya LAPS, lanjutnya, maka konsumen dan perusahaan pembiayaan harus memaksimalkan lembaga tersebut dalam menyelesaikan sengketa konsumen. Jalur ini bisa dijadikan alternatif pertama jika terjadi sengketa atara konsumen dan LJK.

Koordinator Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menambahkan bahwa perjanjian antara konsumen dan LJK memang dikategorikan sebagai perjanjian biasa. Meski dikategorikan sebagai perjanjian biasa, namun tidak menghilangkan hak konsumen untuk menyelesaikan sengketa ke BPSK.

Bagi Sudaryatmo, BPSK haruslah menjadi pilihan utama dalam sengketa yang terjadi mengingat biaya yang murah dan cepat ketimbang harus berperkara di pengadilan. “Ya bisa (diselesaikan di BPSK), sejauh ini tetap ada BPSK yang cukup progresif menyelesaikan sengketa konsumen dengan leasing,” katanya kepada hukumonline.

Berdasarkan catatan YLKI, komposisi pengaduan yang masuk sebanyak 60 persen adalah sektor perbankan. Sedangkan 40 persen sisanya adalah asuransi dan leasing.

Lalu bagaimana sebenarnya peran BPSK dalam menangani sengketa konsumen di sektor keuangan? Apakah keberadaan LAPS benar-benar menghapus kewenangan BPSK untuk sengketa konsumen di sektor jasa keuangan?

Anggota Komisi XI DPR Hendrawan Supratikno memberikan pendapat atas posisi abu-abu BPSK. Menurut politisi PDIP ini, sengketa yang terjadi di sektor keuangan sudah diatur dalam POJK. POJK tersebut, lanjutnya, memberikan fasilitas penyelesaian sengketa di sektor keuangan. Meski demikian, lanjutnya, keberadaan LAPS tersebut tidak ‘membunuh’ kewenangan BPSK untuk menangani perkara sektor jasa keuangan. Hanya saja, LAPS yang disediakan oleh OJK lebih bersifat spesifik dan lebih efisien ketimbang BPSK. “Bisa juga (di BPSK) tapi OJK sudah ada peraturannya. OJK sudah memberikan penyelesaian sesuai sektor, misalnya asuransi ada lembaga sendiri, leasing juga,” katanya kepada hukumonline, Senin (26/2).

Baca :


Mengingat tugas dan kewenangan OJK yang mengawasi sektor jasa keuangan serta spesifikasi penyelesaian sengketa yang sudah disediakan, maka idealnya dispute yang terjadi di sektor jasa keuangan sudah selayaknya diselesaikan di LAPS.

“OJK juga sudah bekerjasama dengan penegak hukum. Ini untuk efisiensi. Tidak menutup kemungkinan (BPSK menyelesaikan) tetapi nasabah ‘kan pengen cepat selesai, dan OJK lebih spesifik. Yang mengawasi yang melindungi konsumen keuangan adalah OJK, berarti ada ketentuan yang lebih spesifik lex spesialis dan sebaiknya konsumen lebih baik mengikuti yang spesifik,” pungkasnya. (***)

No comments:

Post a Comment