Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) ~ Rancangan Undang-undang Antiterorisme masih belum selesai meski telah dibahas selama dua tahun. Menurut peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen, Lucius Karus, pengesahan UU Antiterorisme terhambat karena DPR tidak memprioritaskan pembahasan aturan tersebut.
Lucius menyayangkan sikap DPR yang lambat dalam menyelesaikan RUU Antiterorisme karena aturan tersebut masuk dalam program legislasi nasional prioritas. Namun yang terjadi adalah DPR lebih memilih menyelesaikan Undang-undang lain seperti UU MD3 daripada UU Antiterorisme.
Polisi antiteror menangkap anggota teroris dalam simulasi penanggulangan teror di Pelabuhan Benoa, Kamis (8/3/2018). ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana |
Sikap itu dinilai Lucius karena DPR lebih ingin melindungi dirinya sendiri daripada masyarakat. "UU MD3 sendiri untuk perlindungan DPR," kata Lucius dalam acara diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat Jumat (19/5/2018).
"Kita punya DPR yang gagap untuk menghadapi berbagai persolan yang dihadapi masyarakat. DPR tidak bisa memberikan respons dalam regulasi aktual," lanjut dia.
Selain RUU Antiterorisme, kata Lucius, masalah lain yang belum selesai adalah aturan minuman beralkohol. Padahal, menurut Lucius, urgensi aturan tersebut sangat tinggi karena ada banyak korban yang berjatuhan akibat minuman keras oplosan.
Menurut Lucius, RUU Antiterorisme bisa cepat selesai seandainya DPR fokus dan benar-benar berniat menyelesaikan.
“Kuncinya hanya di DPR. Kalau mereka lebih banyak mempermasalahkan pemerintah, berarti bisa kita katakan pemberantasan tindak pidana terorisme ini tidak lagi mementingkan kepentingan rakyat, tapi kepentingan politis," ujarnya seperti dilansir dari Tirto.
Sedangkan Wakil Ketua DPR dari fraksi Partai Gerindra, Fadli Zon menegaskan, DPR sudah hampir selesai membahas RUU Antiterorisme. Niat Presiden Joko Widodo untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang pun dianggap tak perlu.
"Perppu itu menurut saya tidak diperlukan. Karena dalam pembahasan RUU ini, ini sudah mau final, bahkan pada masa sidang lalu pun sebetulnya bisa disahkan. Tapi pemerintah yang menunda. Jangan terbolak-balik," kata Fadli Zon di Gedung DPR RI, Senin (14/5/2018).
Baca :
- Hakim Perintahkan JPU Lanjutkan Pemeriksaan Fredrich Yunadi
- Keponakan Dan Rekan Setnov Tersangka Baru Dalam Kasus e-KTP
- Anggota Muslim Cyber Army Komunikasi Pakai Aplikasi Zello Agar Tak Terdeteksi
- Dugaan Gratifikasi, MA Kirim Tim ke Papua Periksa PN Timika
- Sandiaga akan Diperiksa Kedua Kali Terkait Kasus Penggelapan Lahan
- Sidang Setnov: Cerita Kurir Soal Modus Pembagian Duit Korupsi e-KTP
- Kasus E-KTP: KPK Periksa Politikus Demokrat Taufik Effendi
- Mabes Polri Kebobolan, Pencuri Bawa Kabur 1 iMac
- KPK Komitmen Pangkas Gap Regulasi Indonesia dengan UNCAC
- Jejak Dugaan Personel TNI AU dalam Penyelundupan Miras di Papua
Soal lambatnya DPR mengesahkan RUU Antiterorisme, Fadli justru beranggapan itu salah pemerintah. Yang belum selesai hingga sekarang hanyalah masalah definisi terorisme dan Fadli menilai pemerintah belum sepakat soal itu.
"Jadi saya kira harus dikoreksi itu pernyataan Presiden Jokowi, seolah DPR yang lambat. [Seharusnya] pemerintah, mungkin Pak Jokowi harus cek sendiri aparaturnya. Bukan dari DPR," kata Fadli lagi. (***)
No comments:
Post a Comment