Hukum Dan Undang Undang (Jakarta) ~ Penggunaan mekanisme online tidak hanya bertujuan efisiensi namun juga meningkatkan peringkat EoDB, menekan peluang tindak pidana pencucian uang, hingga pendataan ulang notaris aktif.
Sejak 2 Januari 2018 para notaris diwajibkan untuk menggunakan satu sistem online pembayaran PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU). Pembayaran dilakukan dengan rekening khusus yang telah teregistrasi dengan aplikasi YAP.
Beragam respons bermunculan di kalangan notaris. Tak diduga, beberapa oknum notaris membuat respons tak santun dengan mencaci maki jajaran Ditjen AHU di media sosial. Atas tudingan ini, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Freddy Harris, menjelaskan sebenarnya ada tiga alasan soal penggunaan sistem online untuk pembayaran PNBP Ditjen AHU yang dipungut dari bagian honorarium notaris.
Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU), Freddy Harris/Hukumonline. Foto: RES |
Kepada hukumonline usai acara seminar Pembekalan dan Penyegaran Pengetahuan anggota Ikatan Notaris Indonesia (INI), Jumat (26/1) di Solo. Freddy mengaku sangat menyayangkan respons oknum notaris yang diungkapkan secara “liar” di media sosial. Ia mengaku kaget bahwa sosok terpelajar seperti notaris tidak mampu menyaring perilaku etik yang layak di muka umum. Padahal keluhuran perilaku etik adalah salah satu yang dijunjung tinggi oleh jabatan notaris.
Adapun tiga alasan penggunanaan system online tersebut adalah; Pertama, Ditjen AHU berupaya maksimal untuk ikut mendongkrak skor Ease of Doing Business (EoDB) Indonesia, di mana salah satu komponen penilaiannya adalah durasi pembentukan badan hukum perusahaan.
“Ditegur terus nih Ditjen AHU sama tim EoDB, ini notaris masih lelet untuk penyelesaian pembuatan akta PT, masih 3 hari, kita mau jadi 1 hari,” tuturnya saat dilansir dari Hukumonline.
Setelah ditelusuri, durasi 3 hari itu tersangkut oleh mekanisme pembayaran PNBP dari jasa notaris dengan menggunakan cara tunai ke kasir Bank. “Ternyata gara-gara bayarnya, notaris selesaikan baru setelah dia bayar voucher ke Bank, aktanya tertunda sampai besok-besok dia ke Bank,” lanjutnya.
Setelah pembayaran PNBP tuntas barulah akta pendirian perusahaan yang diminta penghadap bisa diselesaikan di Sistem Administrasi Badan Hukum online milik Ditjen AHU. Untuk mengatasinya, Freddy memutuskan agar pembayaran dilakukan dengan autodebet di rekening personal khusus bagi tiap transaksi pembayaran ke notaris.
Penghadap atau notaris tidak lagi punya pilihan untuk membayar ke kasir bank yang membuat penyelesaian akta pendirian perusahaan tertunda. Semua dapat dilakukan realtime dalam satu hari.
Kedua, Freddy mengingatkan bahwa saat ini notaris sering terseret tindak pidana pencucian uang yang diselundupkan lewat transaksi jasa notaris. Dalam UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), notaris dikategorikan sebagai profesi gate keeper dalam melaporkan setiap transaksi keuangan mencurigakan.
Kewajiban ini dipertegas lagi dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang; dan Peraturan Kepala (Perka) PPATK No. 11 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penyampaian Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan Bagi Profesi. Meniru cara perbankan, notaris diwajibkan menerapkan prinsip ‘Mengenali Pengguna Jasa’ (know your customer-KYC).
Bagi Freddy, sangat tidak tepat mengharuskan notaris menerapkan prinsip KYC layaknya perbankan. Freddy mengakui bahwa semua pejabat negara dan pejabat umum punya kewajiban ikut mencegah TPPU. Hanya saja Freddy tak yakin cara-cara perbankan dan jasa keuangan bisa diterapkan kepada kalangan notaris.
Untuk itu, keharusan mengenali profil penghadap yang dicurigai dialihkan dengan memanfaatkan data pada perbankan. Dalam hal ini Freddy pernah mengusulkan dibuatnya rekening escrow untuk menampung semua transfer pembayaran dari rekening penghadap secara langsung. Usul tersebut kini diwujudkan dengan rekening khusus aplikasi YAP tersebut.
“Jadi dengan didorong transfer langsung ke rekening YAP, nanti beneficial owner-nya kelihatan,” tegasnya. Jika ada indikasi TPPU, bisa ditelusuri profil penghadap lewat rekening yang digunakannya untuk mentransfer ke rekening YAP notaris.
Soal pemilihan Bank BNI sebagai penyedia layanan YAP, Freddy menyatakan tuduhan yang ditujukan oknum notaris kepadanya soal menerima “jatah” dari BNI jelas sangat tidak bertanggungjawab. “Saya difitnah, sudah saya tawarkan semua Bank, tapi BNI yang paling cepat merespons sesuai kebutuhan kami, sudah siap juga sistemnya,” lanjutnya.
Perlu diketahui bahwa sistem pembayaran online dengan aplikasi YAP sebagai layanan autodebet sudah diluncurkan BNI sebelum ada kerjasama dengan Ditjen AHU. Aplikasi ini bukan dibuat khusus untuk layanan Ditjen AHU. Namun karena adanya kesesuaian kebutuhan Ditjen AHU dengan layanan yang ditawarkan serta kesanggupan BNI menyediakan 15.000 rekening dalam tenggat waktu sebulan dan koneksi ke sistem AHU dalam 2 minggu, pilihan kerjasama jatuh kepada BNI.
“Kita open kok, tawaran sudah ke berbagai Bank, yang menyatakan sanggup BNI, ya kita jalan,” jelasnya.
Untuk proyek sistem online lainnya di Ditjen AHU pun Freddy mengaku akan membagi-bagi ke berbagai Bank lainnya secara terbuka. “BNI sudah menyatakan siap ke kami kalau ada proyek lainnya, tapi nggak lah nanti dibilang monopoli, saya sudah undang Bank lainnya, kita lihat saja responnya,” imbuhnya.
Alasan ketiga yang dijelaskan Freddy adalah untuk melakukan pendataan ulang para notaris se-Indonesia. Dengan diwajibkan melakukan pembayaran PNBP lewat autodebet aplikasi YAP, para notaris tak punya pilihan lain kecuali mengurus pembuatan rekening khusus aplikasi YAP. Rekening ini pun dibuat terintegrasi sebagai Kartu Tanda Anggota (KTA) INI.
“Tercatat di AHU notaris ada 17.000, yang aktif melakukan pembayaran PNBP ada 8000, sekarang yang mengajukan pembuatan rekening untuk aplikasi YAP ada 16.000, nah kita jadi data lagi kan masih aktif atau nggak,” papar Freddy.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa ada banyak notaris yang sudah tidak lagi aktif menjalankan tugas jabatannya apalagi menghasilkan PNBP bagi kas negara. Hanya saja, menurut Freddy, tidak ada mekanisme hukum yang tersedia saat ini untuk memberhentikan notaris sebagai pejabat umum selain karena alasan pensiun, permintaan sendiri, atau karena melanggar perbuatan yang dilarang UU Jabatan Notaris. Sementara para notaris yang tidak aktif itu tidak diketahui kondisinya dan patut diduga memang tidak mempunyai penghadap sehingga tidak menyumbang pemasukan PNBP.
Tuduhan lain yang diterima Freddy adalah adanya pungutan liar untuk Ditjen AHU lewat autodebet di rekening aplikasi YAP tersebut. “Itu adalah potongan iuran anggota INI rupanya, silakan tanya Ibu Yualita (Ketua INI) karena tidak ada urusannya dengan kami,” jelasnya.
Menutup wawancara dengan hukumonline, Freddy menyerahkan penyikapan atas oknum notaris yang telah bersikap tercela itu kepada Dewan Kehormatan Pusat PP INI. “Saya mau lihat apa keputusan yang akan dijatuhkan oleh Dewan Kehormatan, nanti kita follow up,” pungkasnya.
- Sidang Korupsi E-KTP: Setnov Bantah Pernah Servis Jam Mewah Pemberian Narogong & Marliem
- Pengakuan Saksi Soal Berkas Ali Sadli yang Dibakar Usai OTT KPK
- Tak Lapor Transaksi Mencurigakan, Lawyer dan Notaris Akan Masuk ‘Daftar Hitam’
- Maqdir: Kesalahan Utama Dakwaan Setnov Tak Sebut Anas & Nazaruddin
- KPK Cocokan Bukti Aliran Dana Korupsi e-KTP ke Anggota DPR
- Wejangan Menteri Keuangan untuk Direktur Jenderal Pajak yang Baru
- Robert Pakpahan Dirjen Pajak Baru
- Pengamat Nilai Dirjen Pajak Baru Harus Bisa Dipercaya Masyarakat
- Kemenkeu Undang Online Travel Agent Asing yang Tak Bayar Pajak
- Dirjen Pajak: Target Penerimaan Pajak di Bulan November Sebesar Rp126 Triliun
Anggota Tim KTA Pengurus Pusat INI (PP INI), Aulia Taufani, membenarkan soal adanya oknum notaris yang mencaci maki pihak Kemenkumham secara terbuka di media sosial. Dengan tegas ia mengatakan bahwa sikap oknum tersebut tidak mewakili sikap notaris anggota INI secara keseluruhan. Apalagi menurutnya, sistem online dengan aplikasi YAP adalah sebuah kemajuan.
“Ini sudah bagus, dalam rangka mendukung EoDB dan memberikan proteksi dari TPPU yang menyeret notaris,” katanya saat dihubungi secara terpisah.
Soal potongan iuran anggota INI lewat rekening yang sama, Aulia membenarkan hal tersebut. PP INI secara terpisah melakukan kerjasama dengan Bank BNI sebagai penyedia rekening untuk melakukan autodebet per bulan sebesar jumlah iuran anggota INI. Karena rekening ini terintegrasi dengan KTA, maka kedisiplinan iuran anggota sangat terbantu.
“Betul, itu kerjasama PP INI dengan BNI lewat rekening yang sama, masuknya ke PP INI,” jelas Aulia. (***)
No comments:
Post a Comment